PENDAHULUAN
Di bidang psikiatri anak, angka kelainan jiwa pada anak diperkirakan mencapai 5 – 10% dari populasi anak. Kelaianan di bidang perkembangan anak dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu kelinan spesifik serta kelainan yang menyeluruh/pervasiv. Sekalipun kelainan ini lebih kecil dibandingkan kelainan psikiatri lainnya, penderita memerlukan perhatian seumur hidupnya atau setidak-tidaknya sepanjang masa-masa perkembangan.
Kelainan autistik atau autisma pada anak adalah salah satu bentuk penyakit yang tergolong dalam gangguan pervasif. Angka kejadian autisma tampaknya meningkat pesat dalambeberapa tahun terahkir ini. Peningkatan ini terutama karena meningkatnya penyampaian informasi yang disampaikan berbagai media cetak maupun elektronik terutama internet. Sehingga baik kalangan medis maupun awam mengetahui perkembangan tehnolgi kesehatan yang berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga masalah penyimpangan perilaku pada anak khususnya autisma ini menjadi persoalan yang aktual dan menarik yang ingin diketahui oleh masyarakat baik dari kalangan akademisi maupun masyarakat umumnya.
Amatlah penting untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit ini sejak dini karena penanganan yang lebih cepat akan memberikan hasil yang lebih baik. Beberapa pakar kesehatanpun meyakini bahwa merupakan hal yang utama bahwa semakin besar kemungkinan kemajuan dan perbaikan apabila kelainan pada anak ditemukan pada usia yang semakin muda.
APAKAH AUTIS ITU ?
Autism adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
Kata autisma berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri”. Pada umumnya penderita autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autisma kepada penderita diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penderita yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh.
ANGKA KEJADIAN
Autism dapat terjadipada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autism makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.Di Amerika Serikat disebutkan autisme terjadi pada 60.000 – 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisma. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 – 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.
Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belunm diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakanjumlah anak austima dapat mencapai 150 -–200 ribu orang.
Penelitian Deb & Prasad, 1994 di Skotlandia menemukan bahwa dikalangan anak-anak dengan gangguan belahjar prevalensi autisma mencapai 14,3% dan di anatara usia sekolah prevalensinya 9 per 10.000. Penderita di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan dan angka kejadian dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat.
PENYEBAB AUTIS.
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autisme.
Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa penelitian anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin.
Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam metalotianin dibandingkan logam berat lainnya sepertoi tenbaga, perak atau zinc.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah :
- Defisiensi Zinc
- Jumlah logam berat yang berlebihan
- Defisiensi sistein
- Malfungsi regulasi element Logam
- Kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk netalotianin
Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autisme yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autis.
Banyak penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis, Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autisme disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi.
Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Namun penelitian secara khusus pada penderita autism, memang menunjukkan hubungan tersebut. Memang kontroversi itu terus berlanjut terus, namun kita bisa mengambil hikmah dan jalan yang terbaik anak kita harus imunisasi MMR atau tidak ?. Untuk meyakinkan hak tersebut mungkin kita bisa berpedoman pada penelitian yang lebih dipercaya validitasnya secara populasi lebih banyak dan luas yaitu Autism tidak berhubungan dengan MMR. Tetapi juga mungkin kita harus lebih waspada bila anak kita sudah mulai tampak ditemukan penyimpangan perkembangan atau perilaku sejak dini memang sebaiknya untuk mendapatkan imunisasi MMR harus berkonsulasi dahulu dengan dokter tumbuh kembang anak. Artinya MMR tidak berhubungan dengan Autism memang bila anak kita tidak berbakat autis. Namun bila anak kita sudah mempunyai ditemukan bakat kelainan Autis sejak dini mungkin bisa saja menunda dahulu imunisasi MMR sebelum dipastikan diagnosis Autis, meskipun sebenarnya pemicu atau faktor yang memperberat Autism bukan hanya MMR.
Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autisme telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autisme dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autisme terjadi sebelum kelahiran bayi.
Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian terhadap kelainan autism pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan berkembang. Sebelumnya, kelainan autisme hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autisme secara genetik, neuroimunologi dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autisme. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autisme sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.
TANDA DAN GEJALA AUTIS
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
- Kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.
- Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat.
- Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain (“bahasa planet”)
- Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
- Ekolalia (meniru atau membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya.
- Bicaranya monoton seperti robot
- Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
- Mimik datar
- Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
- Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli
- Merasa tidak senang atau menolak dipeluk
- Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknya
- Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
- Saat bermain bila didekati malah menjauh
- Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang lain dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
- Bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama.
- Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi.
- Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
- Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya
- Tidak spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura.
- Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak.
- Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
- Sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya
- Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah.
- Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding
- Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.
- Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
- Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata
- Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan
- Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.
- Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain
- Sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
- Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja
- Bila mendengar suara keras, menutup teling
- Menangis setiap kali dicuci rambutnya
- Meraskan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu
- Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
- Menegakkan diagnosis autism memang tidaklah mudah karena membutuhkan kecermatan, pengalaman dan mungkin perlu waktu yang tidak sebentar untuk pengamatan. Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa langsung autis.
- Diagnosa yang paling baik adalah dengan cara seksama mengamati perlilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya.
- Banyak tanda dan gejala perilaku seperti autism yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis.
- Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.
- Karena karakteristik dari penyandang autisme ini banyak sekali ragamnya sehingga cara diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autis.
0 komentar:
Posting Komentar